Jumat, 17 Mei 2019

Pendidikan Karakter Yang Ideal Di Era Globalisasi


"PENDIDIKAN KARAKTER YANG IDEAL DI ERA GLOBALISASI"

A. Pendidikan Karakter Yang Ideal
             Pendidikan karakter bertujuan membentuk karakter siswa sesuai dengan apa yang dinginkan.  Pendidikan karakter dapat dikembangkan dengan baik.  Pendidikan karakter bukan sekadar mengembangkan pembentukan karakter bagi para siswa, melainkan seluruh individu yaang terlibat dalam dunia pendidikan.  Dengan pemahaman diri yang baik, akan semakin memungkin pendidik menjadikan guru yang efektif.  Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga mengasah afeksi moral sehingga menghasilkan karya bagi kepentingan umat manusia.  Mendirikan karakter Kristen di dalam diri karakter yang dididik merupakan tujuan dari pendidikan Kristen.  Memberikan pendidikan karakter tidaklah mudah, namun upaya yang dilakukan terus ditingkatkan.  Stephen Tong dalam bukunya Seni Membentuk Karakter Kristen, mengutip pribahasa Tiongkok, yaitu: “Untuk menanam dan membesarkan sebuah pohon diperlukan sepuluh tahun, tetapi untuk menanam pendidikan dan membesarkan karakter memerlukan seratus tahun.”[1]  Dengan memperhatikan dari ungkapan pribahasa ini berarti untuk menanam dan membesarkan karakter perlu perjuangan bersama dari semua komponen yang ada.
          Seorang guru harus memiliki suatu keyakinan iman bahwa dia diberi mandat oleh Tuhan untuk mendidik orang lain. Seorang guru juga harus mempunyai mata yang dapat melihat potensi yang terdapat di dalam diri orang yang akan dididik. Seorang guru juga hendaknya mempunyai keyakinan bahwa ia sanggup mendidik orang yang diserahkan Tuhan kepadanya. Seorang guru juga hendaknya mempunyai keyakinan bahwa ia akan menjadikan orang yang dididiknya menjadi sempurna seperti yang dikehendaki oleh Tuhan.

  1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.http://pks.psikologi.unair.ac.id/coretan-kami/membangun-peradaban-bangsa-dengan-pendidikan-berkarakter-moral/. Diakses Jumat, 13 Agustus 2016, mengatakan: Nilai agama membentuk karakter moral karena nilai agama yang universal juga mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri (intrapersonal) dan hubungan manusia dengan lingkungan sosialnya (interpersonal). Tidak ada agama yang tidak mengatur ketiga hal tersebut. Bahkan secara tegas, Silberman (2005) menyatakan bahwa ciri manusia yang religius adalah;(a). Mampu memahami Tuhan dan melaksanakan semua ajaran-Nya. Pada elemen ini, manusia yang beragama dituntut untuk memahami kekuatan Tuhan dan mengamalkan semua ajaran-Nya dalam kehidupan sehari-hari.(b). Memahami pemaknaan diri. Pada elemen ini, manusia yang mengaku beragama harus memiliki pemahaman terhadap hakikat diri, tujuan hidup, potensi diri dan pengaruh ajaran agama terhadap proses pembentukan jati diri. Misalnya, sebagai seorang Muslim maka ia tahu bahwa tujuan hidupnya hanyalah untuk berbakti kepada Allah SWT, mempunyai potensi persaudaraan sebagai sesama muslim dan ajaran Islam dijadikannya sebagai identitas dirinya.(c). Meyakini dan memelihara hubungan dengan mahluk lain ciptaan Tuhan dan alam semesta. Sebagai manusia yang beragama maka kita dituntut untuk membina hubungan dengan orang lain, mahluk ghaib dan alam semesta.(d). Keyakinan terhadap hari depan, yaitu keyakinan yang harus dimiliki oleh manusia religius terhadap kehidupan masa depan, kehidupan setelah kehidupan di dunia, seperti kematian, alam kubur, hari berbangkit atau kiamat, syurga dan neraka. Oleh karena itu, manusia yang religius menjadikan kehidupan di dunia ini sebagai investasi dalam kehidupan di masa mendatang, termasuk kehidupan akhirat kelak.Berdasarkan ciri manusia yang religius atau mempunyai nilai-nilai agama tersebut maka sebenarnya sama dengan tujuan pendidikan berkarakter moral yang mengembangkan interpersonal dan intrapersonal. Dengan demikian, pendidikan moral agama lebih ditekankan kepada kasus-kasus atau fenomena yang harus dipecahkan oleh peserta didik berdasarkan pertimbangan nilai atau moral agama. Hal ini yang disebut sebagai pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)[2].  Siswa hendaknya memahami firman Allah dengan benar supaya dapat memiliki tingkah laku yang baik dan menjadi siswa memuliakan Allah. Daniel Stefanus, menjelaskan tentang manfaat firman Allah, yaitu: “Firman Allah ingin sekali menyempurnakan jalan yang mengantar kita berangsur-angsur menuju keselamatan. Firman Allah memanfaatkan suatu urutan yang berhasil yang disesuaikan dengan taraf perkembangan kita, yaitu pertama-tama Ia meyakinkan, lalu mengajar, dan kemudian mendidik (Boehkle, 1998)”.[3]  Firman Tuhan yang dilakukan dengan baik dan benar akan mengubah prilaku setiap orang dan dapat mempengaruhi situasi yang ada di sekitarnya. Selanjutnya dijelaskan oleh I Made Suardana dkk, tentang kehidupan karakter yaitu: “Orang yang berkarakter baik atau unggul adalah orang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan, dirinya sendiri, sesama, lingkungan, bangsa dan negara pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya”.[4]  Orang yang beragama yaitu orang yang memiliki tingkah laku dalam hidupnya untuk membentuk keutuhan manusia yang berbudi luhur atas dasar percaya atau beriman kepada Allah dan tanggung jawab pribadi dihari kemudian. Ngainun Naim mengutip pendapat Muhaimin, dkk yang menjelaskan tentang pengertian religius yaitu:
Kata religius memang tidak selalu identik dengan kata agama.  Kata religius, lebih tepat diterjemahkan sebagai keberagaman.  Keberagaman lebih melihat aspek yang di dalam lubuk hati nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain karena menapaskan intimitas jiwa, cita rasa yang mencakup totalitas ke dalam pribadi manusia dan bukan pada aspek yang bersifat formal. Jadi religius adalah penghayatan dan implementasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.[5]  

Dengan demikian ketika seseorang beragama, itu berarti mencakup totalitas tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang dilandasi dengan beriman kepada Allah sehingga seluruh aspek tingkah lakunya berdasarkan iman yang membentuk karakternya.  Oleh sebab itu nilai religus adalah nilai yang sangat penting dalam pembentukan karakter, karena apabila seseorang memiliki kehidupan dan iman yang baik maka baik pulalah tingkah laku orang tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

2.        Jujur
Kejujuran perlu menjadi perilaku bagi seorang anak dalam pembentukan karakter.  Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.  Ngainun Naim menjelaskan pengertian jujur yaitu:
Secara harafiah, jujur berarti lurus hati, tidak berbohong, tidak curang.  Jujur merupakan nilai penting yang harus dimiliki oleh setiap orang.  Jujur tidak hanya diucapkan, tetapi juga harus tercermin dalam prilaku sehari-hari.  Jika ketidakjujuran telah menjadi sistem, masa depan bangsa ini akan suram. Ketidakjujuran menjadi penyebab bagi lahirnya berbagai prilaku yang merugikan sendi-sendi kehidupan bangsa ini. Ketidakjujuran yang mendorong berkembangnya perilaku korupsi, kolusi, nepotisme, kekerasan, penipuan dan sebagainya.[6]

Kejujuran bukan sekedar hiasan kepribadian. Tetapi kejujuran adalah karakter yang melekat pada kepribadian.  Dalam upaya mencapai tujuan tersebut di atas, Guru harus memiliki peranan yang sangat penting, karena ujung tombak keberhasilan pendidikan formal adalah guru. Di tangan gurulah siswa sebagai generasi penerus ditempa dengan berbagai pengalaman belajar. Melalui upaya-upaya instruksional itu diharapkan siswa dapat berkembang seluruh potensi dirinya secara optimal. Karena itu guru biasa disebut sebagai pendidik profesional.  Guru yang professional senantiasa berusaha agar profesi belajar mengajar efektif dan bermakna atau dapat memberikan keberhasilan dan kepuasan baik siswa maupun guru. Guru professional adalah guru yang memiliki keahlian memadai, rasa tanggung jawab yang tinggi, serta memiliki rasa keberhasilan dengan sejawatnya. Mereka mampu melaksanakan fungsi-fungsi sebagai pendidik yang bertanggungjawab mempersiapkan siswa bagi perananya di masa depan.  Oleh karena itu guru yang berhasil harus memiliki sikap dan keterampilan yang mendorong siswa aktif untuk berpikir dan mampu memecahkan masalah serta menguasai sejumlah keterampilan pembelajaran yang telah ada di dunia pendidikan.  Pembelajaran yang berhasil ditunjukkan dengan materi pelajaran oleh siswa. Selain keberhasilan pendidikan yang paling utama adalah karakter yang mampu ditanamkan ke sisiwa. Akhir-akhir ini indonesia mengalami krisis karakter yang melanda. Krisis karakter ini sudah membudaya dari generasi ke genarasi. Salah satu karakter ini adalah kurangnya kejujuran. Kejujuran akhir-akhir ini merupakan sesuatu yang asing. Hal ini membuat hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Sehingga muncullah istilah “jujur ajur”.  Kejujuran memang merupakan suatu hal yang sepele. Sehingga kejujuran sering diremehkan. Padahal kejujuran membawa dampak yang besar dalam tatanan masyarakat. Konsep yang terjadi saat ini adalah orang yang pandai itu yang bisa mendapatkan nilai baik dalam ulangan. Akibat kesalahan konsep yang terjadi membawa dampak siswa akan senantiasa terdorong untuk mendapatkan nilai sebaik mungkin dengan cara apapun walaupun tak jujur. Inilah pondasi awal ketidak jujuran di dalam masyarakat.  Itulah mengapa perlunya diadakan penilaian terhadap kejujuran siswa agar konsep pandai hanya sekedar mengafal semata. Karakter adalah penilaian utama dalam proses pendidikan. Sehingga dapat menjadi dasar bagi siswa untuk memupuk kejujuran di lingkungan masyarakat kelas.
Seorang pendidik, kalau tidak memiliki sikap karakter yang jujur, mencintai kebenaran dan tidak sungguh-sungguh takut akan Tuhan, pasti akan gagal. Dalam dunia pendidikan diperlukan pertobatan, kesungguhan untuk membentuk karakter-karakter yang berguna di masa depan.  Biarlah semua pendidik memohon supaya Tuhan memgampuni kelalaian seorang guru, sebagai orang tua.  Seorang pendidik memohon penyucian dari Tuhan supaya ada kuasa yang baru untuk dapat mempengaruhi anak-anak.  Sikap jujur mempengaruhi seseorang dalam seluruh kehidupannya, terutama dalam menghadapi persoalan hidup, baik dalam priadi, hidup bersama orang lain dan juga dalam pekerjaannya.  Dengan kata lain, sikap hidup jujur sudah menjadi kebiasaan seseoarnag dalam kehidupan sehari-hari.  Kalau ingin karakter jujur terjadi, maka pendidikan karakter berarti suatu usaha membantu siswa agar nilai kejujuran itu menjadi bagian hidupnya yang mempengaruhi seluruh cara berpikir dan bertindak dalam hidupnya.  Akhirnya, diharapkan kejujuran itu menjadi tabiatnya dalam kehidupan di manapun.

3.        Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Ngainun Naim menjelaskan tentang toleransi, yaitu:
Dalam kehidupan yang memiliki keragaman tinggi seperti di Indonesia, toleransi merupakan sikap yang sangat penting.  Ada cukup banyak kasus yang dapat menjadi bahan renungan bersama mengenai rendahnya nilai toleransi dalam masyarakat kita.  Kasus kekerasan, konflik, pertikaian dan sejenaisnya adalah contoh betapa toleransi belum menjadi kesadaran bersama.  Toleransi berarsi sikap membiarkan ketidaksepakatan dan tidak menolak pendapat, sikap, ataupun gaya hidup yang berbeda dengan pendapat, sikap, ataupun gaya hidup yang berbeda dengan pendapat, sikap dan gaya hidup sendiri. Sikap toleransi dalam implementasinya tidak hanya dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan aspek spiritual dan moral yang berbeda, tetapi juga harus dilakukan terhadap aspek yang luas, termasuk aspek ideologi dan politik yang berbeda.  Memang, bukan hal mudah membangun semangat toleransi dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.  Kata toleransi memang mudah diucapkan, tetapi memiliki kesulitan dan kerumitan tersendiri ketika diimplementasikan.  Sebab, realitas yang sarat dengan keragaman, perbedaan, dan penuh pertentangan dalam kehidupan menjadikan usaha untuk mengimplementasikan toleransi menjadi agenda yang tidak ringan.[7]
Menyimak apa yang disampaikan di atas, berarti tidaklah mudah membangun sebuah toleransi di tengah keberagaman bangsa Indonesia.  Namun dalam mewujudkan toleransi yang menjadi dambaam bangsa Indonesia, semua komponen dalam bangsa ini hendaknya ikut serta dalam membawa dampak positif bagi terciptanya toleran seperti yang diharapkan.  Toleransi tidak datang dan bertumbuh dengan sendirinya,  oleh karena itu diperlukan kerja keras secara serius dan sistematis agar toleransi dapat menjadi kesadaran bagi semua pihak.  Sikap seperti ini hendaknya sudah ditanamkan sejak usia dini, sehingga peranan orangtua dan guru sangat diharapkan sehingga terbentuknya nilai toleransi dalam diri anak.  Stephen Tong dalam bukunya Seni Membentuk Karakter Kristen, memberikan tentang sikap bertoleransi, yaitu:
Kita selalu mencari orang yang serupa dengan kita.  Itulah manusia.  Kita selalu menganggap bahwa kita hanya bisa bekerja sama dan hidup dengan orang-orang yang seperti itu.  Kalau orang orang itu berbeda dengan saudara, maka saudara akan menganggap orang itu salah. Sebenarnya bukan orang itu yang salah, saudara sendiri yang salah.  Tuhan Yesus bisa bekerja sama dengan orang yang keras, yang lembut, yang pemberani, yang penakut, yang sangoin dan melankolik, lalu meminta mereka saling mengasihi satu dengan yang lain.  Kalau kita hanya mencari yang serupa dalam segala hal, maka itu bukan saling mengasihi, tetapi saling berpartai.  Jika khusus mencari yang serupa lalu bersekutu, itu bukan bersekutu tetapi berpartai.  Persekutuan berarti memang mengakui adanya perbedaan individu, saya tahu bahwa saya berbeda dengan dia, lalu mau saling berteman, baru di sana ada persekutuan.[8]
            Setiap orang hendaknya dapat menerima perbedaan-perbedaan yang ada. Justru adanya perbedaan terciptakan harmonisasi. Perpedaan bukan berarti membawa kepada perpecahan, tetapi semangat toleransi terus digalakan dan dilakukan sebagai aplikasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan Negara. Orang berkarakter menghargai orang lain bila dalam pikirannya, dalam bersikap dan menghadapi orang lain, ia memang menghargai pribadi orang lain, sikap itu sudah menjadi tabiatnya.

4.        Disiplin
Untuk mempelajari tentang karakter disipilin terlebih dahulu memahami pengertian disiplin perlu diketahui. Pengertian disiplin menurut Ngainun Naim adalah:
Ditinjau dari asal kata, disiplinberasal dari Bahasa latin discereyang memiliki arti belajar.  Dari kata ini kemudian muncul kata disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Seiring perkembangan waktu, kata disciplinajuga mengalami perkembangan makna.  Kata disiplinsekarang ini dimaknai secara beragam.  Ada yang mengartikan disiplin sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan dan pengendalian.  Ada juga yang mengartikan disiplin sebagai latihan yang betujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib.[9]
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.  Salah satu kelemahan masyarakat Indonesia adalah kurangnya hidup disiplin.  Hal yang sering disebut yaitu jam karet adalah sebuah istilah yang lazim digunakan untuk mengambarkan betapa masyarakat Indonesia terbiasa molor dari jadwal. Disiplin diperlukan untuk menghormati dan melaksanakan suatu system yang mengharuskan semua orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah, dan peraturan yang berlaku. Guru tidak cukup hanya menerima, mengasihi dan mengembangkan anak didik mereka.  Mereka juga membutuhkan disiplin.  Di dalam Ibrani 12:5-6 dikatakan bahwa tidak boleh menganggap enteng didikan Tuhan dan jangan putus asa apabila kita diperingatkan-Nya, karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya.  Dalam Kitab Amsal 3, dikatakan maka, kasih berhubungan dengan menghajar atau mendisiplin. Tanpa kasih tidak ada disiplin yang sesuangguhnya.  Hal ini berarti bahwa displin yang sesungguhnya berdasarkan kasih.  Stephen Tong dalam bukunya Seni Membentuk Karakter Kristen, memberikan pengertian dan pejelasan tentang disiplin, yaitu:
Disiplin berarti pengendalian diri. Manusia dilahirkan dan dibesarkan sebagai manusia yang berdosa.  Dikatakan oleh ahli riset non-Kristen itu bahwa bila mereka tidak dikendalikan, tidak dilatih untuk menguasai diri mereka, maka anak itu dapat dipastikan akan dilahirkan menjadi seorang criminal.  Oleh karena itu, mereka memerlukan pengendalian diri.  Sebagai orang Kristen, kita percaya bahwa selain cra manusia untuk menolong anak-anak melakukan pengendalian diri, kita juga memerlukan pertolongan Tuhan untuk mengubah jiwa anak-anak, mengubah jiwa kita, agar kita memperoleh hidup yang baru di dalam Kristus.  Disiplin berarti melatih anak melakukan pengendalian diri.[10]
            Disiplin diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, supaya khidupan menjadi tertib. Dalam menerapkan disiplin hendaknya konsekuen tetap dijaga, karena ketika tidak konsekuen maka disiplin akan menjadi longer sehingga orang-orang dengan mudah mengabaikan peraturan atau berbuat sesuatu yang tidak benar.  Konsisten antara tutur kata dan tindakan.  Sering kali kata ancaman yang terlalu berlebihan.  Namun, kemudian kata-katanya tidak dijalankan, karena memang tidak mungkin.  Memang terkadang ada hal-hal perkecualian, sehingga perlu lebih lembut dan memikirkan hal-hal lain, namun sebisa mungkin dalam melaksanakan disiplin hendaknya selalu konsisten.  Disipilin diperlukan dalam tahapan kehidupan manusia terutama dalam aspek fisik dan mental. Robby.I Candra, menjelaskan tentang pentingnya disiplin, yaitu: “Dengan pandangan tentang manusia serupa itu, maka pendidikan sangat menekankan proses mendisiplinkan diri dalam aspek fisik dan mental, menghafalkan pengetahuan yang turun temurun, serta proses mengendalikan perasaan dan ekspresi diri.  Namun tekanan pada spiritualitas juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan”.[11]  Ngaimun Naim menjelaskan tentang alasan mendisiplinkan yaitu:
Alasan mendisiplinkan adalah untuk mengekspresikan rasa cinta.  Sala satu cara yang paling kuat dalam mencintai anak kita adalah konsisten dalam disiplin kita.  Ini merupakan sesuatu yang tidak mudah karena dengan berdisiplin, anak sering tidak bersikap bersahabat dengan kita.  Tujuan mendisiplinkan adalah mengajarkan kepatuhan. Ketika kita melatih anak untuk mengalah. Kita sedang mengajar mereka melakukan sesuatu yang benar untuk alasan yang tepat.  Hasil disiplin memang menyakitkan untuk jangka pendek, tetapi sesungguhnya menguntungkan untuk jangka panjang.  Alasan orangtua tidak suka mendisiplinkan anak adalah menyakitkan dalam jangka pendek. Kita bersimpati pada perasaan anak ketika mendisiplinkan untuk bangun dan mandi pagi, misalnya semua disiplin tampak lebih banyak “menyakitkan” ketimbang menyenangkan anak, tetapi disiplin akan memberikan hasil yang menguntungkan kehidupan anak dikemudian hari.[12]
Memperhatikan apa yang dikatakan di atas, bahwa disiplin tidak dibangun dengan instan.  Diperlukan sebuah proses yang panjang sehingga menjadi sebuah kesukaan dan kebiasaan.  Oleh karena itu pemahaman disiplin sudah diajarkan sejak dini sehingga menjadi kebiasaan dan memiliki karakter yang baik sampai anak itu menjadi dewasa.  Jika anak sejak dini diajar dalam sebuah disiplin, maka sampai dewasa akan menjadikan bagian di dalam dirinya.  Kedisiplinan mencakup banyak hal dalam kehidupan seseorang. Kedispilinan menuntut kesungguhan dalam memiliki pengetahuan untuk diterapkan.  Maka kalau orang dikatakan berkarakter disiplin dalam hidupnya, maka ia disiplin.  

5.        Kerja Keras
Semangat  kerja keras perlu dimiliki dalam pendidikan karakter. Dengan semangat kerja keras akan membentuk karakter yang baik dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.   http://www.temukanpengertian.com/2013/09/pengertian-kerja-keras.html#)menjelaskan tentang kerja keras, yaitu:
Kerja keras adalah kegiatan yang dikerjakan secara sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti sebelum target kerjatercapai dan selalu mengutamakan atau memperhatikan kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang dilakukan. Kerja kerasdapat diartikan bekerja mempunyai sifat yang bersungguh-sungguh untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai. Mereka dapat memanfaatkan waktu optimal sehingga kadang-kadang tidak mengenal waktu, jarak, dan kesulitan yang dihadapainya. Mereka sangat bersemangat dan berusaha keras untuk meraih hasil yang baik dan maksimal.[13]
Memahami pengertian di atas maka kerja keras adalahbekerja dengan sungguh-sungguh, sekuat daya dan tenaga, penuh semangat, pantang menyerah, untuk mencapai hasil terbaik. Tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras.  Kerja keras melambangkan kegigihan dan keseriusan dalam mewujudkan cita-cita. Hidup yang dijalani dengan kerja keras akan memberikan nikmat yang semakin besar pada waktu kesuksesan itu diraih. Ngainun Naim menjelaskan tentang kerja keras, yaitu:
Makna kerja keras yaitu kita harus bekerja lebih banyak daripada orang lain, lebih produktif, dan menghasilkan lebih banyak daripada orang lain.  Jika orang bekerja 8 jam sehari, kita harus bekerja lebih dari itu.  Jika orang datang ke kantor jam 8 atau jam 9 pagi, kita harus datang lebih pagi dan mulai bekerja.  Begitu seterusnya sehingga kita bisa menghasilkan karya lebih banyak dan lebih baik.  Untuk bisa sukses, orang harus mengorbankan sesuatu. Tidak ad sukses yang kita raih begitu saja tanpa pengorbanan.  Kesuksesan seseorang selalu didahului pengorbanan dan perjalanan panjang untuk mencapainya.  Pengorbanan dan perjalanan pencapaian inilah yang diabaikan orang yang menginginkan kesuksesan secara instan.  Sukses memang memiliki pengertian dan indicator yang beragam.  Ada sukses dalam konteks pribadi, keluarga, organisasi, dan juga sosial.  Secara umum, semua bentuk sukses tidak ada yang didapatkan secara instan. Dibutuhkan proses dan perjuangan yang tidak ringan untuk mewujudkannya.  Kerja keras merupakan salah satu jalan menuju sukses yang harus ditanamkan kepada anak-anak.[14]
Kerja keras dan semangat dalam pekerjaan diperlukan dalam dunia sekarang karena tuntutan dalam aktivitas dan pekerjaan memerlukan disiplin yang tinggi.  Mendambakan hasil yang baik dan maksimal adalah kerinduan semua orang.  Kerja keras adalah ciri orang yang memiiki karakter yang diperlukan pada zaman golabalisasi.  Persaingan dalam dunia kerja dan kehidupan yang serba mudah diperlukan kehidupan seorang yang memiliki sikap kerja keras.  Anak-anak sekarang hidup dalam era yang serbacepat dan penuh fasilitas.  Tidak sedikit anak-anak yang memiliki mentalitas instan.  Mereka lebih melihat hasil daripada proses.  Tantangan inilah yang hendaknya diperhatikan oleh orangtua pada zaman sekarang ini, sehingga anak-anak mereka memiliki semangat kerja keras.

6.        Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.  Menjadi orang yang kreatif memerlukan perjuangan dan kerja keras yang sungguh-sungguh.  Memiliki sikap kreatif sangat penting untuk kemajuan. Kemajuan akan lebih mudah diwujudkan oleh orang yang selalu berpikir dan yang mau mencari hal-hal yang baru serta bermanfaat di dalam hidupnya.  Ngainun Naim, mengutip kata Mary Lou Cook, dalam menjelaskan arti kreativitas, yaitu: “Kreativitas adalah menemukan, menjalankan, mengembangkan, mengambil resiko, menghancurkn kebakuan, membuat kesalahan dan menjalankan semuanya tanpa beban”.[15]  Selanjutnya Stephen Tong dalam bukunya Seni Membentuk Karakter Kristen, memberikan pejelasan tentang kreativitas, yaitu:
Di dalam membentuk dan mendidik, kita harus senantiasa ingat bahwa setiap pribadi diciptakan dengan sifat kreativitas yang berbeda antara satu dengan yang lain.  Sifat ini juga merupakan sifat yang unik manusia yang membedakannya dari semua binatang. Hal ini merupakan cermin bahwa kita diciptakan oleh Pencipta yang berdaya cipta.  Pendidikan di Timur dan di Barat berbeda.  Pendidikan di Timur kurang memperhatikan pengembangan potensi kreativitas pribadi, sedangkan di Barat terlalu menekankan kebebasan yang dimiliki setiap individu yang dididik, sehingga secara kreativitas di Barat lebih menonjol disbanding di Timur.  Namun akibatnya sulit untuk mengontrol kehidupan moralnya, inilah perbedaan antara pola pendidikan di Timur dan di Barat.[16]
            Penekanan terhadap pengembangan kreativitas perlu terus ditingkatkan sehingga anak-anak dapat meraih prestasi seperti yang diharapkan, guna mencapai tujuan dari pendidikan karakter.  Selanjutnya Ngainun Naim, mengutip pendapat Rowe dalam menjelaskan “kecerdasan kreatif” yaitu:
Pertama, mereka menggunakan pemikiran yang berani dan mendobrak batas-batas serta besedia untuk menyimpang dari kebiasaan-kebiasaan yang diterima oleh masyarakat.  Kedua, mereka menciptakan pendekatan baru.  Ketiga, mereka mempunyai keberanian untuk mempertahankan apa yang mereka yakini dan mau mengambil resiko dalam keadaan yang penuh dengan ketidakpastian. Keempat, mereka membayangkan apa yang tidak bisa dilihat dan karenanya bisa mencapai “impian yang mustahil”. Kelima, mereka mencoba pendekatan baru atau berbeda, atau mengembangkan  sebuah bidang yang sudah ada.  Keenam, mereka dengan sukarela mengerjkan proyek-proyek yang menantang.  Ketujuh, mereka bertahan dalam pencarian mereka akan sesuatu yang besar dan mempelajari hal-hal yang tidak diketahui sebelumnya untuk emas di antara tumpukan jerami.  Kedelapan, mereka terus-menerus mencari alternatif baru.  Kesembilan, mereka berani mengkritik pendekatan yang sudah ada sebelumnya.  Kesepuluh, mereka mau mencoba semuanya.  Kesebelas, mereka mempunyai citra diri yang positif, ketekunan, dan keingintahuan. Keduabelas, mereka mengati kesulitan di lingkungan mereka.  Ketigabelas, mereka membuat segala sesuatunya berjalan dengan lancar dalam kondisi yang sulit.[17]
Memahami konsep dari penjelasan di atas, maka setiap orang perlu memiliki sikap yang kreatif.  Makna penting kreativitas telah diakui secara luas. Kemampuan hidup individu ditentukan oleh salah satunya kemampuan kreatif yang dimiliki. Orang yang kreatif mampu untuk mengetahui dirinya.  Kesuksesan menjadi bagian orang yang dapat berkomunikasi dengan orang lain dan dirinya sendiri.
7.        Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.  Karakter dari seseorang yang memiliki sifat mandiri adalah lebih kepada sifat yang sudah dewasa.  Sifat mandiri perlu menjadi bagian bagi murid di dalam belajar, sehingga mereka tidak mudah dipengaruhi oleh orang-orang lain. Sikap mandiri berarti berusaha dan melakukan sesuatu sendiri.  Robby.I Candra, menjelaskan:
Mandiri berarti memiliki kebebasan batin di dalam mengenali pilihan-pilihan, mengambil pilihan-pilihan yang ada dan menanggung akibatnya, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan. Mandiri berarti orang modern harus berani, siap dan mampu menentukan pilihan-pilihan.  Sekali lagi tanpa kemandirian, ia hanya dapat patuh pada pilihan yang dibuat oleh orang lain, kemudian mempersalahkan orang lain bila pilihan tadi membawa konsekuensi buruk.  Hal yang terutama membedakan seseoranh yang mandiri daripada seorang yang bergantung pada orang lain, aturan, kebiasaan, tingkat kenyamanan tertentu dan sebagainya terletak pada keberanian orang-orang mandiri untuk memikul tanggung jawab dari pilihannya, baik ketika ia memilih dengan tepat maupun ketika ia keliru memilih.  Untuk itu biasanya memiliki gambar diri yang kokoh.[18]
      Hidup yang mandiri dalam sikap sebagai seorang siswa patut menjadi hal yang sangat penting.  Kualitas hidup dan keadaan seseorang diukur dari kemandirian seseorang dalam menjalankan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.  Manusia mandiri rela kehilangan ketenangan.  Keragaman pengalaman dan hubungan mrupakan suatu ciri seorang mandiri karena melalui hal-hal tersebut ia membuka diri untuk menerima masukan-masukan yang baru untuk perkembangan dirinya.  Ngainun Naim menjelaskan sikap yang mendiri, yaitu:
Kemandirian tidak otomatis tumbuh dalam diri seorang anak.  Mandiri pada dasarnya merupakan hasil dari proses pembelajaran yang berlangsung lama.  Mandiri tidak selalu berkitan dengan dengan usia.  Bisa saja seorang anak sudah memiliki sifat mandiri karena proses latihan atau karena factor kehidupan yang memaksanya untuk menjadi mandiri.  Tetapi tidak jarang seorang yang sudah dewasa, tetapi tidak juga bisa hidup mandiri. Ia selalu bergantung dengan orang lain. Manusia modern adalah manusia yang mandiri dan tergantung dengan orang lain.  Mandiri dalam konteks ini tentu saja bukan berarti tidak memiliki kepedulian dan tidak berhubungan dengan orang lain.  Sikap mandiri justru akan lebih baik lagi jika dikembangkan dnegan landasan kepedulian tinggi terhadap orang lain.[19]
Sikap baik yang hendaknya dimiliki oleh orangtua adalah memberi kesempatan kepada anak-anaknya untuk dapat berkembang. Kemandirian hendaknya ditanamkan dalam diri anak sejak usia dini.  Hidup zaman sekarang memang berbeda dari kehidupan masa-masa sebelumnya.  Perkembangan zaman selalu menghadirkan banyak hal yang baru, sehingga kalau tidak mempersiapkan diri dengan baik, maka tantangan yang akan mengalahkannya. Manusia zaman sekarang hendaknya menjadi manusia mandiri sehingga menjadikan orang tersebut pribadi yang sukses. 

8.        Demokratis
Untuk dapat mengetahui bagaimana melaksanakan demokrasi, Ngainun Naim mememberikan defini tentang demokrasi, yaitu: “Demokrasi merupakan gabungan dari kata demosyang berarti rakyat dan kratosyang berarti kekuasaan atau undang-undang. Pengertian yang dimaksud dengan demokrasi adalah kekuasaan atau undang-undang yang berakar kepada rakyat. Dengan demikian rakyat memegang kekuasaan tertinggi”.[20]Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.  Sifat demokrasi perlu dijunjung tinggi dalam asas kebersamaan. Dalam era globalisasi ini sikap demokrasi perlu ditingkatkan, karena kalau tidak maka orang-orang tidak lagi menghargai sesamanya. Perilaku demokrasi adalah perilaku seseorang yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Secara khusus sikap demokrasi diartikan sebagai kesiapan atau kecenderungan untuk bertingkah laku dengan mengutamakan kepentingan bersama, menghargai dialog yang kreatif dan mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai demokrasi Pancasila.  Ngainun Naim menjelaskan tentang masyarakat demokratis, yaitu:
Dalam masyarakat demokratis, semua masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan.  Hakikat pendidikan yang demokratis, menurut konsep John Dewey adalah pemerdakaan.  Tujuan pendidikan dalam suatu Negara yang demokratis adalah membebaskan anak bangsa dari kebodohan, kemiskinan dan berbagai “ perbudakan” lainnya. Pendidikan demokrasi sebagai upaya sadar untuk membentuk kemauan warga Negara berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting.  Pentingnya pendidikan demokrasi antara lain dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung di dalam demokrasi.  Nilai-nilai demokrasi dipercaya akan membawa kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dalam semangat egalitarian.  Menurut John Dewey, sekolah merupakan sebuah miniature masyarakat demokratis.[21]
Perilaku demokratis dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku ini dapat dimulai dari lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga. Keluarga menjadi tempat awal seorang anak menerima pendidikan demokrasi. Kebiasan dalam keluarga ini dapat menjadi bekal ketika anak melakukan pergaulan di luar lingkungan keluarga, seperti di lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

9.        Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.  Seorang siswa yang memiliki pengetahuan yang baik akan memberikan kemampuan baginya dalam bidang kehidupannya.  Robby.I Candra menjelaskan tentang manfaat dari hidup mandiri, yaitu: “Seorang mandiri tidak akan berhenti belajar seumur hidupnya Karena ia menyadari bahwa solusi-solusi yang ia berikan pada suatu masalah di saat tertentu tidak lagi merupakan solusi yang memadai untuk masa depan.  Ia terus menerus memeriksa diri dan meninggalkan hal-hal usang yang tidak lagi bermanfaat sehingga ruang untuk mendapatkan hal-hal baru”.[22]  Belajar adalah salah satu cara untuk mengetahui sesuatu dan bagaimana mengambil tindakan dari setiap pilihan yang ada.  Rasa ingin tahu hendaknya dimiliki oleh siswa yang ingin mengembangkan dirinya. Berusaha mencari informasi dan keesiapan belajar merupakan ciri seorang siswa yang mau berkembang.  Daniel Stefanus, mengatakan: “Pendidikan mencakup seorang yang rela diajar, seorang lain yang mengajar, proses belajar-mengajar dan kurikulum atau hal-hal apa saja yang diajarkan”.[23]  
Ngainun Naim menjelaskan tentang rasa ingin tahu dalam pembantukan karakter Kristen, yaitu:
Manusia merupakan makhluk yang memiliki akal.  Akal menjadi nilai lebih manusia dibanding dengan makhluk lainnya. Akal pula yang memungkinkan manusia     mengembangkan kehidupannya secara dinamis.  Kehidupan manusia selalu tumbuh, berkembang dan bergerak seolah tanpa pernah merasa puas karena adanya akal.  Sementara pada makhluk lainnya kehidupan mereka statis.  Akal yang mendorong rasa ingin tahu terhadap segala hal. Disebabkan dorongan rasa ingin tahu tersebut, manusia sejak dini cenderung untuk terus mempertanyakan berbagai hal yang memang yang belum diketahui dan pahami, baik yang dia amati maupun yang ia pikirkan.  Munculnya rasa ingin tahu manusia tidak terjadi begitu saja.  Ada faktor tertentu yang mepengaruhinya.  Faktor tersebut adalah susunan sistem saraf periferi yang ada pada seluruh tubuh.[24]
Memperhatikan apa yang sudah dijelaskan, memberikan pengertian bahwa manusia selalu berusaha untuk mengetahui hal-hal yang baru dan mencari sesuatu yang belum dipahami.  Rasa ingin tahu hendaknya ditumbuhkembangkan dan jaga dengan baik.  Munculnya masalah dalam kehidupan manusia dikarenakan mereka tidak mengetahui sesuatu dengan benar dan julas.  

10.   Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk atau keanekaragaman dalam suku, ras, golongan, agama, budaya dan wilayah.  Semangat kebangsaan dapat diwujudkan dengan adanya sikap patriotisme dan nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari. 
Warga negara yang memiliki semangat  kebangsaan yang tinggi akan memiliki nasionalisme dan patriotisme yang tinggi pula. Ngainun Naim menjelaskan tentang semangat kebangsaan, yaitu:
Kebangsaan menurut Djohar, mengandung arti adanya rasa sayang dalam suka, duka, dan dalam kehendak mencapai kebahagiaan hidup lahir-batin seluruh bangsa. Dasar kebangsaan tidak boleh bertentangan dengan dasar kemanusiaan.  Bahkan, seharusnya dasar kebangsaan tersebut menjadi sifat, bentuk, dan perilaku kemanusiaan yang nyata.  Salah satu inplikasi global adalah semakin menipisnya semangat kebangsaan.  Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan semangat kebangsaan , yaitu: Pertama, mempertinggi tingkat pendidikan.  Pendidikan yang semakin tinggi memberikan kemungkinan yang lebih besar unuk menimbang-nimbang informasi yang layak untuk ditiru dan menyeleksi informasi yang harus dibuang.  Jadi pendidikan melahirkan kemampuan menyeleksi terhadap kebudayaan asing.[25]

Perwujudan semangat kebangsaan dan patriotisme yang berupa sika prela berkorban untuk kepentingan tanah air, bangsa dan negara sebagai tempat hidup dan kehidupan dengan segala apa yan gdimiliki, akan memperkuat pertahanan dan keamanan nasional, proklamasi kemerdekan yan gdicita-citakan telah terwujud, berkas perjuangan dan pengorbanan para pahlawan. Maka kita harus dapat mengisi kemerdekaan ini dengan membangun berbagai macam bidang agar dapat mempercepat tercapainya tujuan bangsa Indonesia.  Guna mencapai tujuan bangsa diharapkan peran serta seluruh bangsa dalam membangun negara, karena kita sebagian besar tidak mengalami  peristiwa perjuangan kemerdekaan, maka perlunya dipahami, dimengerti akan arti perjuangan para pejuang, niscaya tujuan negara yang diidam-idamkan akan segera terwujud.  A. Sudiarja menjelaskan tentang persoalan pendidikan di Indonesia dalam kaitannya dengan tanggung jawab guru, yaitu:
Jikalau persoalan pendidikan di Indonesia harus kita kaitkan dengan persoalan manusia Indonesia, maka benarlah yang dikatakan oleh Anita Lie, bahwa persoalan fundamental dalam system pendidikan nasional pada akhirnya adalah soal dehumanisasi pendidikan.  Pendidikan seharusnya menghormati dan menghargai martabat manusia berikut segala hak asasinya.  Peserta didik seharusnya tumbuh dalam kemanusiaannya sebagai subjek melalui proses pendidikan. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, sejumlah praktik memprihatinkan dalam pendidikan di Indonesia.  Guru sebagai pendidik yang paling langsung berurusan dengan pendidikan di lapangan pun tidak mampu lagi mengembangkan kesadaran untuk menghentikan gejala dehumanisasi ini, karena mereka sendiri merasa terjebak sebagai objek dalam system pendidikan nasional.  Sebagai objek dalam hal ini bisa diartikan sebagai pihak yang diperintah, tidak berkuasa, tidak mempunyai pengaruh untuk mengubah situasi atau malahan sebagai korban.  Tentu saja situasi seperti ini sangat tragis, karena seharusnya, justru merekalah yang menjadi motor perubahan.[26]

            Berdasarkan hal tersebut di atas, maka hal seperti ini hendaknya dipahami oleh semua komponen masyarakat Indonesia karena faktor dehumanisasi.  Ketika manusia tidak sesuai dengan kodratnya sebagai manusia dan apa yang sebenar akan dilakukan seharusnya dikerjakan maka memungkinkan orang tersebut untuk tidak memiliki kesempatan untuk mengembangan diri dan bahkan tidak memiliki semangat untuk melaksanakan perubahan.  Memiliki semangat kebangsaan itu penting karena menjadi nilai pembentuk karakter. Hal ini akan meneguhkan arti dan makna penting sebagai warga Negara yang sedng hidup di zaman globalisais.

11.   Cinta Tanah Air

Perasaan cinta tanah air mengandung unsur kasih dan sayang terhadap sesuatu.  Dalam diri seseorang tumbuh kemauan untuk merawat, memelihara dan melindunginya dari segala bahya yang akan mengancam bangsa dan Negara.  Seorang siswa hendaknya memiliki karekter yang mencintai tanah air.  Cinta tanah air berarti rela berkorban untuk tanah air dan membela dari segala macam ancaman dan gangguan yang datang dari bangsa manapun.  Cinta tanah air hendaknya dibuktikan dalam tindakan sehari-hari.  Cinta tanah air adalah suatu perasaan yang timbul dari dalam diri seseorang warga Negara, untuk mengabdi, memelihara, dan melindungi tanah airnya dari ancaman tanah air. Dalam lingkungan seseorang yang cinta tanah air memelihara lingkungannya dengan baik dan menjadikan suasana aman dilingkungannya. http://www.maribelajarbk.web.id/2014/12/pengertian-rasa-cinta-tanah-air.html, menjelaskan tentang sikap seorang pelajar dalam mengaplikasikan cinta tanah air, yaitu: “Pertama, belajar dengan tekun hingga kita juga dapat ikut mengabdi dan membangun Negara kita agar tidak ketinggalan dari bangsa lain.  Kedua, menjaga kelestarian lingkungan.  Ketiga, tidak memilih teman. Keempat, berbakti pada nusa dan bnagsa.  Kelima, berbakti kepada orang tua (Ibu, Bapak, Guru)”.[27]  Semangat cinta tanah air perlu terus di bina sehingga keutuhan Negara Indonesia tetap terjamin.  Jika Negara yang dicintai aman dan damai, maka manfaat tersebut juga dirasakan oleh semua orang.  Lingkungan merasa nyaman dan aman serta kesejahteraan hidup akan meningkat.  Jika cinta tanah air tidak dibina, maka warna Negara akan dilanda kekacauan, pembangunan tidak berhasil, pendapatan Negara akan menurun dan akan berakibat kepada tingkat kesejahteraan penduduk akan menjadi hancur. Ngainun Naim menjelaskan tentang cinta tanah air, yaitu: “Kebutuhan terhadap semangat mencintai tanah air seharusnya semakin ditumbuhkembangkan di tengah gempuran globalisasi yang semakin tidak terkendali. Cinta tanah air tidak hanya merefleksikan kepemilikan, tetapi juga bagaimana mengangkat harkat dan martabat bangsa ini dalam kompetisi global”.[28]
Sikap cinta tanah air hendaknya ditanamkan kepada anak sejak usia dini agar menjadi manusia yang dapat menghargai bangsa dan negaranya.  Seorang anak yang diajar untuk mencintai bangsa dan negaranya akan bermanfaat kelak anak tersebut menjadi anak yang dewasa.  Saat anak menjadi dewasa mereka akan bertumbuh dan memahami konsep yang benar yaitu mempunyai cinta tanah air yang tinggi terhadap negaranya dan sekaligus dapat mengharumkan nama bangsa dan negaranya.

12.   Menghargai Prestasi

Menghargai prestasi orang lain merupakan salah satu karakter yang perlu dikembangkan oleh semua orang. Sikap menghargai pribadi orang lain, siapapun dia, merupakan wujud dari hak asasi manusia. Sagimus Mulus Dumadi menjelaskan tentang bagaimana kita menghargai orang lain, yaitu:
Jikalau kita terpaksa harus mencela perbuatan seorang anak, haruslah kita berhati-  hati. Jikalau kita terpaksa mencela jangan sampai yang kita cela itu anak itu sendiri. Jadi yang kita cela itu bukanlah anak itu tetapi perbuatannya.  Jangan kita mencela, misalnya: …Engkau ini anak bodoh!, lebih baik kita mengatakan: …Pekerjaanmu itu kurang benar.  Pada waktu kita mencela jangan sampai kita mengurangi atau menghilangkan kepercayaan anak itu kepada dirinya sendiri.  Sebaiknya kita harus membangkitkan keberanian dan tetap memelihara kepercayaan anak itu kepada dirinya sendiri.[29]
Menghargai prestasi orang lain tidak mudah dan seringkali sifat manusia mencari kelemahan dan kesalahan  orang lain.  Orang yang memiliki karakter yang baik akan berusaha menenmpatkan dirinya dan menggunakan kata-kata yang membangun untuk menolong orang lain.  Prestasi didapatkan karena adanya keberhasilan yang diperoleh.  Prestasi merupakan hasil pencapaian yang diperoleh oleh seseorang baik, pribadi, kelompok maupun secara lembaga.  Tidak semua orang dapat memperoleh perestasi, oleh karena itu hargailah setiap orang yang dapat meraih prestasi.  Ngainun Naim menjelaskan tentang cara yang dilakukan oleh guru untuk membangkitkan motivasi siswa supaya memiliki prestasi, yaitu: “Pertama, jangan segan-segan memberikan pujian kepada siswa yang melakukan sesuatu yang baik, meskipun hal itu tidak begitu berarti.  Kedua, sebaliknya dengan yang pertama, kurangilah kecaman atau kritik yang dapat mematikan motivasi siswa. Ketiga, ciptakan persaingan yang sehat antara siswa. Keempat, ciptakan kerja sama antara siswa. Kelima, berikan umpan-balik kepada siswa atas hasil pekerjaannya”.[30]  Menghargai prestasi setiap orang merupakan hal yang sangat penting.  Pencapaian prestasi memerlukan proses yang berat dan harus dengan perjuangan.  Hendaknya pencapaian prestasi juga harus dilakukan dengan jujur serta bertanggung jawab terhadap hasil yang telah didapatkan.

13.   Bersahabat/Komunikatif

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Stephen Tong dalam bukunya Seni Membentuk Karakter Kristen, memberikan pejelasan tentang sifat komunikasi, yaitu:
Relasi antarpribadi (interpersonal relationship), merupakan keunikan manusia yang berbeda secara kualitatif dan lebih tinggi dari pada semua makhluk yang lain.  Manusia diciptakan oleh Allah sebagai pribadi agar manusia bias berkomunikasi dengan Allah dan dengan orang lain.  Relasi antarpribadi dan komunikasi adalah hal yang penting, yang diciptakan oleh Tuhan. Anak-anak didik kita adalah anak-anak yang berelasi dengan Tuhan antarpribadi, dan juga berelasi dengan manusia secara antarpribadi.[31]
            Komunikasi yang baik mempengaruhi relasi satu dengan yang lain.  Karakter yang baik dilihat dari komunikasi yang baik juga.  Komunikasi perlu diciptakan karena melaluinya seorang pendidik akan mudah mempengaruhi murid yang dididik.  Manusia tahu bagaimana menjalankan komunikasi dalam relasi antarpribadi dengan dunia ini dengan cinta yang ada dan dinyatakan oleh diri Kristus, yang telah berkorban bagi saudara dan saya, untuk menjangkau sesama manusia, berkorban bagi orang lain, melayani mereka.  Inilah yang akan membentuk karakter Kristen.  Tholib Kasan menjelaskan tentang pengertian pergaulan, yaitu: “Pergaulan adalah kontak langsung antara satu individu dengan individu lain atau antara pendidik dan anak didik.  Pergaulan merupakan salah satu sarana untuk mencapai hasil pendidikan yang baik dan mendirikan timbulnya cinta pada anak didik dari pendidik atau sebaliknya”.[32]  Dalam konsep pembentukan karakter pergaulan itu perlu karena dengan membangun pergaulan yang baik akan menciptakan persahabatan dan komunikasi yang baik. Dalam membina persahabatan Ngainun Naim, menjelaskan, yaiu:
Tujuan persahabatan adalah perjuangan secara pribadi antara keduanya. Begitu bertemu, ada rasa bahagia di antara mereka.  Mereka bisa bercerita, berbagi rasa, saling diskusi, dan sebagainya.  Justru hubungan inilah yang menjadi tujuan utama. Kalaupun ada tujuan yang bersifat praktis-pragmatis, itu berada di urutan yang kesekian.  Dalam pembangunan karakter, hal semacam ini harus mendapatkan perhatian secara serius.  Jangan sampai anak-anak kita tumbuh menjadi manusia arogan, sok dan tidak menghargai yang lainnya.  Manusia membutuhkan kehadiran orang lain secara tulus.  Memang, tidak mungkin semua relasi dibangun berdasarkan ketulusan, tetapi dalam kehidupan ini, relasi berbasis ketulusan menjadi bagian yang tidak boleh diabaikan.[33]
Persahabatan yang sudah dibangun dengan siapun jangan sampai dihancurkan dengan hal-hal yang sederhana.  Karena tidak mudah mencari seorang teman baru untuk dapat menjadi sahabat dalam berbagi suka dan duka.  Sahabat yang baik, akan mengerti keadaan temannya. Perliharalah komunikasi yang baik, karena komunikasi menentukan hubungan kita dengan orang lain apakan bertahan lama atau sebaliknya. 

14.   Cinta Damai

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.  Cinta damai hendaknya menjadi ciri khas kehidupan orang Kristen masa kini. Robby.I Candra, mengungkapkan: “Seseorang dianggap sebagai manusia yang baik dan terdidik, bila ia dapat menempatkan diri dengan pas dimasyarakat.  Artinya, sebagai anggota individualitas melebihi kebersamaan.  Kalaupun ada konflik, biasanya ia akan menanganinya secara tidak langsung dan sejauh mungkin ia berupaya tidak mempermalukan orang lain atau menjaga muka orang”.[34]  Menjaga perasaan orang lain dan menghargai orang lain hendaknya selalu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.  Robby.I Candra menjelaskan tentang menyelesaikan masalah ketika situasi tidak baik, yaitu: “Dalam pemikiran modern, proses pendidikan semakin diarahkan pada berpikir kritis, kemampuan mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah, serta pada pengenalan diri, termasuk pengenalan perasaan individu”.[35]  Menjadikan orang-orang yang cinta damai tidaklah mudah, karena setiap orang memiliki sikap pribadi yang berbeda-beda.  Di Sekolah-sekolah yang siswanya tawuran membuat resah suasana sekolah dan berakitab tidak baik bagi pendididikan di Indonesia.  Ngainun Naim menjelaskan tentang cinta damai, yaitu: “Budaya damai harus terus menerus ditumbuhkembangkan dalam berbagai aspek kehidupan.  Kekerasan dalam berbagai bentuknya sekarang ini semakin banyak ditemukan.  Harus ada kemauan dari berbagai pihak untuk membangun cinta damai menjadi budaya yang mengakar dalam kehidupan”.[36]  Menerapkan suasana yang membangun dan menumbuhkan cinta damai diperlukan dalam generasi sekarang ini.  Dengan banyaknya hal-hal yang dapat menganggu suasana di lingkungan sekolah membawa semua orang yang terkait di dalamnya untuk berpartisipasi dalam membangun bangsa ini ke arah yang lebih back.

15.   Gemar Membaca.

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.  Orang yang gemar membaca akan memiliki kemampuan yang lebih dari orang lain.  Dengan memiliki waktu membaca dan mendalami berbagai hal dapat menjadikan siswa-siswi memiliki kemampuan dalam banyak hal. Robby.I Candra, menjelaskan tentang manusia terdidik yang memiliki pengetahuan, yaitu: “Manusia yang dianggap terdidik adalah manusia yang memiliki pengetahuan, pemahaman, kebijaksanaan, dan mampu menempatkan diri di masyarakat atau tatanan semesta”.[37]  Daniel Nuhamara menjelakan tentang minat, yaitu:
Seorang tidak dapat belajar kalau ia belum siap belajar.  Kesiapan belajar ditentukan antara lain oleh minat kita akan materi pelajaran itu.  Minat terhadap materi terjadi ketika materi itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan. Dalam PAK, tugas guru adalah untuk menimbulkan minat belajar anatara lain dengan menunjukkan pentingnya bahan yang diajarkan dan dipelajari sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh si pelajar. Ada berbagai macam cara untuk melaksanakan tugas ini, antara lain dengan mengatakan bahwa ajaran-ajaran Alkitab sebagai firman Allah adalah menyangkut soal mati atau hidupnya manusia secara rohani.[38]
Gemar membaca tidak terjadi dengan sendirinya.  Dalam hal ini seorang guru hendaknya berusaha menciptakan supaya siswa memiliki minat membaca dan mempelajari banyak hal, sehingga memiliki pengetahuan.  Untuk mencapai sukses seseorang hendaknya memiliki kerajinan dalam bidangnya.  Mark Rutland, menjelaskan tentang kerajinan yaitu: “Kerajinan adalah sebuah kunci menuju kemakmuran, kehidupan yang sukses dalam hal-hal yang sementara, tetapi Allah menggunakan perkara-perkara yang sementara untuk mengajarkan pelajaran-pelajaran rohani”.[39]  Tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras. Setiap orang yang merinduan keberhasilan dalam bidangnya hendaknya menekuni pekerjaan tersebut dengan tekun, rajin membaca dan mau mempelajari hal-hal yang baru.  Ngainun Naim menjelaskan tentang gemar membaca, yaitu:
Manusia berkarakter adalah manusia yang selalu gigih mencari pengetahuan. Ada banyak cara mendapatkan pengetahuan, salah satunya dengan kegiatan membaca.  Lewat membaca, karakter seseorang akan semakin arif karena merasa bahwa pengetahuannya selalu kurang.  Selalu ada banyak hal yang belum dikuasai sehingga tidak menjadikan dirinya orang sombong.  Ketika kita dapat mengalami sebuah kegiatan membaca yang dapat dikatakan sebagai pengalaman membaca yang terbaik, itu pada hakikatnya adalah sebuah siklus hidup mengalirnya ide seseorang pengarang ke dalam diri kita.  Setelah itu, ide kita mengalir balik ke sluruh penjuru dunia dalam bentuk benda yang kita hasilkan, pekerjaan yang kita lakukan, dan orang-orang yang terkait dengan kita.  Dengan membaca, kita mampu menyelami pikiran orang lain dan menambahkan pemikiran serta pengalaman orang lain ke dalam pemikiran dan pengalaman kita sendiri.[40]
Tradisi membaca hendaknya dibangun sejak dini, dan tetap memiliki semangat dan komitmen yang tingi sehingga tidak terputus.  Membangun tradisi membaca hendaknya dilakukan dengan membiasakan diri untuk membaca. Setiap ada kesempatan hendaknya dimanfaatkan untuk membaca.  Kalau hal tersebut dapat dilakukan secara rutin, tentu akan bermanfaat da nada hasil yang diperoleh.  Tujuan membaca bukan hanya untuk mendapatkan dan menambah ilmu pengetahuan, tetapi untuk mengubah hidup.

16.  Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.  Dengan mengetahui bagaimana pembentukan nilai terhadap individu, akan membantu untuk dapat mendesain program dan dapat menciptakan lingkungan yang efektif. Sebagaimana kita ketahui kebijakan publik tidak dapat dijalankan jika tidak ada sinergi antara pihak terkait. Meskipun sekolah telah menerapkan pendidikan berkarakter moral di lingkungan belajar namun hal ini tidak akan efektif jika tidak didukung keterlibatan pihak keluarga, masyarakat dan pemerintah. Jika kita kembali merujuk definisi pendidikan berkarakter moral maka pendidikan tersebut sesungguhnya merupakan suatu proses. Maknanya, pendidikan berkarakter moral merupakan transfer secara bertahap dan berkelanjutan. Sayangnya, kebijakan pemerintah tentang ujian nasional (UNAS) mempunyai dampak bahwa pendidikan lebih menekankan kepada hasil suatu sistem dan bukan kepada proses. Padahal sebenarnya pendidikan lebih menekankan kepada proses suatu sistem. Oleh karena itu, disarankan agar pemerintah tidak membuat suatu kebijakan yang bertentangan dengan filosofi pendidikan berkarakter moral.
Lingkungan menjadi sebuah foktor dalam mempengaruhi karakter seseorang. Seorang anak yang dididik dalam lingkungan yang baik akan memiliki karakter yang baik pula.  Doni Koesoena. A, dalam bukunya Strategi Pendidikan Karakter, Revolusi Mental Dalam Lembaga Pendidikan, mengatakan: 
Jika setiap individu merasa kebutuhan fisiknya terpenuhi, ia merasa nyaman dengan lingkungan sekitarnya, sehingga ia bisa percaya orang-orang di luar sekitarnya, sehingga ia percaya orang-orang di luar dirinya sangat mendukung, penuh perhatian, dan saling menjaga dan merawat.  Penerimaan lingkungan yang membuat individu bertumbuh secara fisik dan psikologis (merasa nyaman, dipercaya, dan diperhatikan), adalah prakondisi yang mendukung proses pertumbuhan individu dalam mengakuisisi nilai dan perilaku. Membangun lingkungan yang nyaman, ramah, penuh perhatian, di masing-masing individu merasakan kehadirannya diapresiasi, suaranya didengarkan, keprihatinan diperhatikan, merupakan syarat penting bagi pengembangan kultur sekolah berjiwa pendidikan karakter.[41]
Lingkungan yang ramah dan nyaman didambakan oleh semua orang.  Orang yang memiliki karakter yang ideal, dapat mencitakan lingkungan dan suasana yang nyaman yang dapat dirasakan oleh semua orang, sehingga pendidikan karakter sangat mempengaruhi lingkungan.

17.   Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Doni Koesoena. A, dalam bukunya Strategi Pendidikan Karakter, Revolusi Mental Dalam Lembaga Pendidikan, mengatakan:  “Masyarakat berubah, dan karena itu lingkungan berubah dan masyarakatpun berubah.  Perubahan yang baik tidak menghancurkan atau menegasi apa yang selama ini sudah ada dan dianggap baik melainkan melengkapi dan menyempurnakannya”.[42]  Ketika seorang anak dibentuk menjadi warga masyarakat yang baik maka dia akan menjadi seorang yang dapat membawa perubahan yang ada di tengah-tengah masyarakat di mana dia berada.  Budaya saling tolong menolong di zaman globalisasi sudah semakin turun dan bahkan hamper hilang.  Dengan adanya karakter yang baik untuk peduli kepada kepentingan sosial, menjadikan warga masyarakat yang peduli dan cinta kepada sesama dengan saling membantu dan bekerja bersama-sama.
Manusia secara kodrati cenderug mencari rasa aman dan kenyamanan.  Hal ini wajar, karena kecenderungan mancari rasa aman, keadaan sosial yang baik berdampak positif bagi masyarakat yang ada di sekitar.  Dengan rasa aman dan nyaman, manusia dapat melanjutkan dan menjalani hidupnya dengan penuh keyakinan, kemantapan serta kebersamaan.

18.   Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap guru, setiap orang yang mengikut Yesus melayani sesama manusia, supaya dapat memberikan apa yang dibutuhkan oleh manusia dengan kelimpahan hidup.  Ketika orang datang kepada seorang pendidik dengan patah hati dan kecewa, seorang pendidik memiliki kalimat-kalimat yang bisa memberikan kekuatan baru kepadanya. Pada saat anak yang begitu tertekan dan tidak dapat melihat hari depannya, yang datang kepada seorang pendidik, sebagai seorang guru hendaknya dapat memberikan jalan keluar dengan mengajarkan kepadanya supaya dia mencintai Tuhan dalam hidupnya. Stephen Tong dalam bukunya Seni Membentuk Karakter Kristen, memberikan pejelasan tentang pertanggungjawaban diri, yaitu:
Yang menjadikan seseorang mahir atau bisa matang jiwanya, paling sedikit ditentukan oleh dua hal: (1). Tidak egois, (2). Penuh tanggung jawab. Orang yang penuh tanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri, tetapi memikirkan orang lain dan bersikap murah hati, saya anggap sebagai orang yang dewasa, sekalipun usianya mungkin masih sangat muda.  Sebailiknya, sekalipun sudah berusia 70 atau 80 tahun, tetapi dalam segala hal selalu mementingkan diri sendiri, tidak mau tahu orang lain, dan mengerjakan apa pun tidak beres, saya anggap dia masih anak kecil.[43]
            Sebuah tanggung jawab hanya dilakukan oleh orang-orang yang dewasa dalam karakternya.  Untuk dapat bertanggung jawab dalam setiap bidang kehidupan melalui beberapa proses.

B.      Menerapkan Pendidikan Karakter Di Era Globalisasi
      Pendidikan karakter merupakan usaha bersama komunitas sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi pertumbuhan dan pembantukan moral tiap individu yang ada dalam dunia pendidikn.  Agar dapat menjadi pendidik karakter yang efektif pendidik perlu menyadari bagaimana sebuah karakter terbentuk dalam diri individu.  Dengan mengetahui cara-cara di mana setiap individu memiliki nilai, prilaku dan cara bertindak, maka memberikan inspirasi bagi seorang pendidik untuk dapat mendesain program pendidikan karakter yang ideal di era globalisasi.   A. Sudiarja menjelaskan tentang krisis pendidikan yaitu: “Berhadapan dengan pengaruh globalisasi atau kebudayaan nasional kita dewasa ini, pendidikan sepertinya mengalami keterpecahan.  Di satu pihak, pemerintah ingin memacu sekolah-sekolah untuk berlomba mengikuti arus zaman, terutama sejak reformasi, dengan proyek-proyek pendidikan berorientasi global, tetapi dipihak lain, kalanagan pendidikan, terutama yang sadar budaya lokal, ragu-ragu dan mempunyai pertimbangan lain”.[44]

  1. Keluarga
Kehidupan orangtua sangat mempengaruhi kehidupan seorang anak. Doni Koesoena. A, dalam bukunya Strategi Pendidikan Karakter, Revolusi Mental Dalam Lembaga Pendidikan, mengatakan: 
Seorang anak sudah belajar bahkan sejak dalam kandungan (Bibring, 1961).  Apa yang dilakukan seorang ibu saat mengandung bayi akan mempengaruhi kehidupan dan kualitas bayi itu kelak kemudian hari. Kebudayaan yang sangat percaya bahwa pendidikan bermula dari rahim ibu bisa temukan di masyarakat Israel.  Pada masa mengandung, ibu di Israel wajib melakukan banyak hal yang sifatnya belajar agar kelak anaknya menjadi anak yang pandai. Tidak mengherankan jika kita sering menjumpai ibu yang sedang masa kehamilan banyak membaca buku, belajar musik atau bermain musik, matematika, atau ilmu pengetahuan lain.  Singkatnya, mereka percaya bahwa rasa suka akan belajar kelak akan terwariskan ketika anak tersebut dewasa.  Bahwa seorang anak itu belajar pertama kali di dalam keluarga atau keluarga inti tidak perlu kita pertanyakan lagi.  Keluarga merupakan lingkungan pertama tempat anak belajar tentang nilai, sikap, dan perilaku yang akan memengaruhi pembentukan kepribadian dan karakternya.[45]

            Orangtua yang memahami konsep ini akan memudahkan bagi mereka untuk menerapkannya ketika ibu-ibu sedang hamil.  Pelajaran dari keluarga ini sangat penting dimiliki oleh para orangtua masa kini di tengah-tengah kondisi keadaan karakter manusia yang sudah rusak.  Selanjutnya kembalioleh Doni Koesoena. A,  dijelaskan tentang bagaimana kondisi anak yang dibentuk karakter di dalam keluarga akan mempengaruhi lingkungan di mana dia berada:
Melalui keluarga seorang anak memperoleh sosialisasi nilai dan perilaku.  Sejak lahir, anak sudah belajar mengenal bagaimana lingkungan sekitar itu membantu mendukung dan mengembangkan dirinya secara utuh. Proses belajar anak pertama-tama dilakukan melalui perasaan enak dan tidak enak.  Kalau seorang bayi merasa nyaman dengan fisiknya, dia akan tenang, diam dan tidak rewel.  Tapi kalau ia mengalami ketidaknyamanan secara fisik, baik karena kehausan, kepanasan, dan kelaparan, ia akan menangis.  Ketika seorang bayi menangis dan kebutuhan akan kenyamanan fisik terpenuhi, dia akan memahami bahwa lingkungan sekitarnya sangat penuh perhatian dan mau menjaganya serta melindunginya.  Ia merasakan tidak sendirian.  Ia merasakan ada perasaan aman dan nyaman dalam keluarga.[46]

            Anak-anak perlu dididik dengan baik di dalam keluarga.  Orangtua yang bertanggung jawab perlu memperhatikan dan melakukan sesuatu yang terbaik bagi anak-anaknya.  Pendidikan karakter yang dimulai dari keluarga akan mempengaruhi pribadi anak dalam masa pertumbuhan dan ketita anak itu menjadi dewasa.  Oleh karena itu keluarga merupakan tempat yang tepat dalam mendidik karakter anak supaya tidak mudah terpengaruhi dengan arus globalisasi yang semakin jahat.  
Pendidikanmental pada murid tidak mungkin dibebankan kepada orang tuanya karena tiga hal. Pertama, kedua orang tua mereka telah terlalu sibuk untuk mencari nafkah hidup yang kian tinggi tuntutannya. Kedua, mereka adalah produk pendidikan masa lalu yang bermental santai dan bermoral yang lepas nilai. Ketiga, tidak memahami pentingnya arah pendidikan bagi generasi baru.
            Seorang anak yang memiliki karakter yang baik akan membawa dampak yang positif bagi keluarganya. Doni Koesoena. A, dalam bukunya Strategi Pendidikan Karakter, Revolusi Mental Dalam Lembaga Pendidikan, mengatakan:
Ketika anak keluar dari lingkungan keluarga, ia akan berhadapan dengan norma dan aturan sosial yang ada di masyarakat.  Norma dan aturan sosial dalam msyarakat ini bertujuan agar kehidupan masyarakat berjalan baik.  Pada hakikatnya manusia memiliki kecenderungan untuk melanggar hak orang lain. Karena itu agar kehidupan bersama dapat stabil dan langgeng, diperlukan aturan dan norma sosial yang mengikat semua warga.  Ketika anak belajar berinteraksi dengan lingkungan di luar lingkungan keluarganya inilah dia menjadi bagian dari tatanan masyarakat yang lebih luas.[47]

            Keluarga merupakan tempat anak bertumbuh untuk dibesarkan menjadi anak yang dewasa.  Keluarga juga dapat menghancurkan kehidupan anak-anak.  Oleh karena itu perlu pengertian yang mendalam untuk dapat mengembangkan keluarga yang berkarakter ideal di tengah era globalisasi ini. Pendidikan karakter dilakukan dengan berharap bahwa karakter seseorang dapat diubahkan.  Memperhatikan dengan adanya karakter manusia yang dibawa sejak lahir, maka keyakinan bahwa watak dan tabiat seseorang dapat diubah.  Tabiat anak yang awalnya kurang baik, lewat pendidikan dapat dibantu untuk dikurangi dan akhirnya diubah menjadi baik.  Dalam hal ini para orangtua, tidak boleh putus asa kalau melihat anak-anak belum berkarakter baik.  Salah satu tugas orangtua sebagai pendidik adalah membantu anak-anak mereka untuk berubah dan berkembang menjadi lebih baik.  Paul Suparno, SJ, menjelaskan tentang peranan orangtua dalam pendidikan karakter anak, yaitu:
Orangtua adalah pendidik karakter utama pada anak-anak.  Sejak lahir anak belajar bersikap dan belajar karakter tertentu dari orang tua mereka.  Bahkan secara psikologis ada yang mengatakan bahwa sejak dalam kandungan, anak sudah belajar bersikap dari orangtua, terutama dari ibu yang mengandungnya. Bebrapa remaja yang waktu dalam kandungan ternyata ditolak oleh ibu dan ayahnya, karena belum siap melahirkan atau karena terjadi kecelakaan, ternyata ada yang berkarakter keras, tidak damai, suka berontak.  Hal ini terjadi karena batin anak itu selama dalam kandungan mengalami suasana terancam dan tidka damai. Sementara anak yang waktu dalam kandungan diterima dengan penuh cinta oleh kedua orangtuanya, merasa damai, aman dan berkembang dengan baik lebih baik banyak dapat mengembangkan karakter yang baik, terbuka, percaya pada orang lain, menghargai orang lain, dan gembira.  Anak-anak yang hidup dalam suasana keluarga yang penuh kasih, saling membantu, saling menerima, berkembang menjadi orang yang mudah bergaul dengan orang lain dan mudah menerima orang lain, serta mudah bekerja sama dengan orang lain.  Anak yang setiap kali melihat kedua orang tuanya biasa belajar dan suka membaca, banyak yang juga meniru suka belajar dan membaca.  Anak yang hidup dalam suasana keluarga yang jujur, tekun bekerja, dan menghargai perbedaan yang ada, bergaul baik dengan tetangga yang berbeda, terbantu juga untuk berkarakter tekun, jujur, dan mudah menerima perbedaaan waktu di sekolah dan masyarakat.[48]

      Dari penjelasan di atas, suasana keluarga atau kehidupan kehidupan sangat mempengaruhi karakter dari pada anak. Sebagai orangtua yang mengertia dan memahami akan hal ini, tentunya tidak menyia-nyiakan kehidupan mereka sebagai orangtua, karena jikalau mereka salah di dalam kehidupan berumah tangga, maka akibat fatal akan dialami oleh anak-anak.   
Sagimun Mulus Dumadi menjelaskan tentang peranan orang tua supaya memberikan lingkungan yang tepat bagi anak-anak, yaitu:
Suatu hal yang penting dan harus pula diperhatikan oleh orang tua dalam usaha pembentukan dan pendidikan watak anak-anaknya ialah mmberikan kepada anak-anaknya lingkungan yang tepat.  Apakah yang dimaksud dengan lingkungan yang tepat itu? Pertama-tama anak itu jangan sampai dilingkungi oleh orang-orang tua yang dihinggapi rasa diri kurang, orang-orang tua yang selalu mau mencampuri hal-hal anaknya, yang selalu seolah-olah mau memperlihatkan kelebihannya atas anak-anak itu.  Orang tua harus menginsyafi, bahwa pendidikan itu ialah memberi pimpinan yang bijaksana yang tidak perlu dipaksakan, tetapi dengan bebas dan dengan sendirinya diminta oleh anak-anak itu.[49]
            Orangtua memiliki peranan penting dalam mendidik anak-anak, terutama memilih lingkungan yang tepat untuk mereka bermain.   Ketika orangtua salah di dalam menempatkan anak-anaknya pada lingkungan yang kurang baik, dipastikan anak itu akan terjerumus kepada hal-hal yang negatif.  Pentingnya pendidikan keluarga menurut Daniel Alexander dalam bukunya: Pemulihan Keluarga Masa Kini, mengatakan:“Pengaruh pendidikan orang tua berperan penting dalam rumah tangga.  Belum lagi pendidikan formal.  Jadi selama kita hidup di dunia ini ada dua pengaruh besar yang mempengaruhi kepribadian kita, yaitu pengaruh pendidikan dalam keluarga dan pendidikan formal.  Semua pendidikan itukan membentuk satu pembawaaan dan cara bersikap, berkata-kata, pola berpikir, cara pandang dan perasaan yang berbeda”.[50]

  1. Sekolah
Pendidikan karakter yang efektif hanya dapat dimulai ketika masing-masing anggota keluarga di dalam sekolah merasa sebagai satu keluarga menciptakan lingkungan pergaulan dan persaudaraan yang bagai satu keluarga dalam lingkungan pendidikan merupakan modal awal yang baik bagi pengembangan pendidikan Karakter.  Doni Koesoena. A, menjelaskan tentang apakah sekolah adalah keluarga:
Untuk mengecek apakah sekolah anda merupakan keluarga, caranya gampang.  Apakah anda merasa nyaman, enak dan enjoy dalam berkomunikasi, bergaul, serta beriteraksi dengan seluruh anggota komunitas di sekolah anda? Apakah anda menganggap rekan guru, siswa dan seluruh individu di lingkungan sekolah itu sebagai satu satu keluarga besar? Dalam keluarga, berbagai persoalan dibicarakan secara transfaran, terbuka, dan didasari rasa percaya satu sama lain.  Apakah cara-cara sekolah mengelola persoalan yang muncul melibatkan seluruh anggota komunitas? Apakah anda merasakan komunitas sekolah anda seperti ini? Bila ini kurang anda rasakan, kiranya usaha-usaha untuk mengembangkan lingkungan yang menghargai masing-masing individu perlu dikerjakan terlebih dahulu sebelum mendesain program pendidikan karakter secara lebih sistimatis dan terstruktur.[51]
            Pendidikan karakter dilakukan di sekolah dengan harapan bahwa pendidik memiliki kesempatan untuk menerima setia pelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan karakter yang lebih baik.  Rasa aman dan nyaman sngat didambakan oleh semua orang apalagi seorang siswa.  Pendidikan yang baik akan berdampak kepada suasana kelas dan kesempatan bagi anak untuk dapat memahami pelajaran dengan baik.
            Dalam lingkungan yang statis, seorang pendidik mungkin akan menjalankan tugasnya dengan mudah.  Mungkin proses belajar yang telah didapati beberapa waktu sebelumnya masih tetap digunakan.  Gaya mengajar yang dianggap paling baik pada waktu itu, mungkin pula masih diminati oleh siswa-siswi.  Namun dengan adanya berbagai macam perubahan, jelaslah bahwa siswa, orangtua, konteks hidup mereka, dan pendidik sendiri sedang mengalami perubahan yang mendasar. Peran diri pengajar sangat penting di samping peran siswa-siswi dan peran lembaga pendidikan.  Maka dari itu bagaimana sebuah lembaga pendidikan dapat memberikan pembinaan yang baik kepada siswa-siswinya dalam kaitan dengan pembentukan karakter.  Robby.I Candra, mengungkapkan tentang pergeseran peran pendidik, yaitu:
Paradigma pertama, menganggap proses pendidikan adalah proses menolong siswa-siswi agar potensi terpendam mereka menjadi berkembang penuh.  Dalam paradigma ini, peran pendidik adalah seperti peran bila bidan membuat orang dapat melahirkan pendidik, memfasilitasi proses belajar, menstrukturkan pengalaman belajar yang akan dialami siswa-siswi, menjadi teladan serta inspirasi dan melayani siswa-siswi sebagai kelompok dan individual.  Paradigma kedua, pendidikan dipandang sebagai proses membekali dan melatih siswa-siswi dengan kompetensi umum yang dapat mereka pergunakan di dalam hidup sehari-hari atau profesi mereka kelak.  Asumsi dibalik paradigma ini adalah bila sekelompok kompetensi dimiliki, maka situasi yang beragam yang akan dialami siswa-siswi akan dapat mereka tangani dengan baik.  Peran pendidk adalah pembentuk kompetensi siswa.  Paradigma ketiga, pendidikan dipandang sebagai proses menyiapkan para siswa-siswi untuk dapat melakukan suatu rangkaian tugas-tugas tertentu. Semakin jelas rumusan keluaran atau output dari tugas-tugas tadi, semakin tajam dan kuat proses pendidikan tersebut dirancang.  Dengan demikian tugas pendidik adalah menolong siswa-siswi menguasai keterampilan dan sikap yang cocok dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu di dalam dunia kerja kelak.[52]

            Seorang pendidik yang berkompeten memiliki sikap dan keterampilan yang baik dan mampu bersaing dalam dunia pendidikan.  Seorang pendidik hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan teknologi komunikasi dan budaya yang berubah. Peranan seorang guru dalam pendidikan karakter sangat diperlukan dan hendaknya dimulai dari guru itu sendiri. I Made Suardana dkk, menjelaskan tentang peranan guru, yaitu:
Dalam dunia pendidikan, karakter seorang pendidik sangat dibutuhkan untuk pencapaian profesionalisme; bukan hanya sekedar membuat rencana pelaksanaan pembelajaran atau administrasi lainnya.  Akan tetapi wujud dari integrasi diri perlu nampak seperti kerendahan hati, kesetiaan, pengendalian diri, keberanian, keadilan, kesabaran, kerajinan, kesederhanaan, kesopanan, dan hukum utama kemanusiaan.  Karena seorang pendidik akan mengalami keberhasilan apabila mampu mengintegrasikan nilai-nilai tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari. Ia harus memiliki kedewasaan iman dan terus meningkatkan karakternya melalui firman Tuhan (Nainggolan, 2007: 3-9). Dengan demikian, ia dapat melaksanakan tugas panggilannya sebagai guru dengan penuh tanggung jawab dan mampu mengembangkan karunia yang Tuhan berikan.[53]

Berdasarkan pendapat di atas maka seorang guru hendaknya memiliki karakter yang dapat menjadi teladan sehingga memiliki prinsip-prinsip moral yang baik dan tidak mudah terpengaruh dengan dunia yang ada di sekitarnya yang dapat merusak kehidupan dan kariernya sebagai seorang guru. Paul Suparno, SJ menjelaskan tentang tugas pendidikan yaitu: “Karakter orang itu ada yang baik dan ada yang tidak baik.  Tugas pendidikan adalah mengembangkan karakter yang sudah baik dan membantu menghilangkan karakter yang tidak baik dalam diri anak didik.  Dengan demikian, dalam diri anak didik hanya berkembang karakter yang baik”.[54]  Guru memiliki kapasitas yang besar dalam pembentukan karakter siswa.  Lewat pengajaran dan sikapnya, Guru akan lebih mudah mendekati dan mengetahui pribadi siswa yang dididik.  

  1. Gereja
Jika seseorang melayani Tuhan selama berpuluh-puluh tahun dengan semangat yang sama, sungguh-sungguh berkorban, sungguh-sungguh berjerih lelah untuk orang lain dan sungguh-sungguh mengabdi kepada Tuhan, maka ia adalah orang yang patut dihormati, ia sungguh-sungguh seorang hamba Tuhan yang memiliki karakter yang baik.  Paul Suparno, SJ menjelaskan tentang pentingnya agama bagi orang yang menganutnya, yaitu:
Agama yang dianut anak dan pendidikan agama yang terkait mempunyai pengaruh yang kuat pada perkembangan karakter anak.  Kalau pendidikan agama anak itu sungguh baik dan mengajarkan tindakan-tindakan yang bermoral, maka anak-anak juga akan berkembang menjadi orang yang bermoral dan karakternya menjadi lebih kuat.  Kalau agama dan pendidikan agama yang dianutnya mengajarkan sikap yang kurang baik, maka anak-anak itu sejak kecil diajari untuk bersikap ekstrem dan diskriminatif terhadap orang lain, maka mereka akan menjadi penghambat semangat kerukunan dan penghargaan pada pribadi orang lain.  Di sinilah pentingnya memilih guru agama yang sungguh baik sehingga yang diajarkan pada anak-anak adalah nilai baik.  Pemahaman ajaran agama yang tidak mendalam dan hanya melihat kata, jika tidak hati-hati dapat menyebabkan anak remaja menjadi salah pengertian dan akhirnya melakukan tindakan yang tidak benar menurut agama sendiri.[55]

            Dari penjelasan di atas, memberikan pengertian bahwa pentingnya memahami ajaran agama dengan benar.  Dalam kaitan dengan pengajaran orang Kristen maka, perlu sebagai orang Kristen memahami pengajaran Alkitab dengan benar.  Bukan hanya mempelajari tetapi lebih kepada bagaimana memperaktekan dalam kehidupan sehari-hari.  Kadang kala Gereja belum fokus untuk membantu bahkan membuat sebuah perencanaan yang matang tentang tanggung jawab Gereja terhadap pendidikan. Berikut disampaikan Daniel Hunamara, tentang persoalan yang terjadi terhadap Gereja:
Tetapi harus disadari bahwa dalam kenyataan sekarang ini, Gereja lebih mementingkan usaha-usaha pendidikan dalam setting jemaat sendiri dengan memproduksi bahan ajaran yang diperlengkapi dengan bahan-bahan audio-visual secara besar-besaran.  Ditambah lagi dengan melatih tenaga guru Sekolah Minggu untuk menjadikan mereka guru-guru yang terampil atau profesional.  Perhatian ini menjadi tidak seimbang dengan apa yang dilakukan Gereja terhadap orang tua dalam rangka mempersiapkan dan memampukan mereka menjadi pendidik utama dalam keluarga yang mestinya lebih efektif karena waktunya cukup lama.  Saran kita bukan untuk meningalkan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam setting jemaat lokal, melainkan agar perhatian yang memadai juga diberikan kepada setting keluarga.[56]

            Memperhatikan apa yang dijelaskan tentang peranan Gereja, memberikan pengertian bahwa pelayanan dalam bentuk apapun tidak boleh diabaikan.  Gereja memiliki tanggung jawab terhadap keluarga-keluarga Kristen. Keluarga yang dapat menerima pengajaran dengan baik dan benar dapat memperaktekan dalam kehidupan keluarga masing-masing sehingga berpengaruh kepada didikan mereka kepada anak-anak.

  1. Pekerjaan
Strategi dan program pendidikan di Indonesia perlu diiringi dengan sistem dan metode yang cocok, yaitu mampu membangkitkan vitalitas murni sebagai manusia merdeka, mandiri, berprestasi, aktif dan kreatif serta produktif. Tuntutan kepemilikan ilmu pengetahuan teknologi menuntut mental yang berbeda jauh dengan karakter bangsa yang berkebudayaan santai. Karena ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan mental disiplin sendiri, yang berakar pada etos kerja. Oleh karena itu, strategi dan program pendidikan sejak awal bagi bangsa Indonesia semestinya lebih mengutamakan mengubah mental santai itu. Agar setiap murid mampu memilih arah hidupnya sendiri atau tidak akan merasa kebingungan ketika memasuki masyarakat, setelah mereka menyelesaikan setiap jenjang pendidikannya.
Melibatkan seluruh individu dalam program pendidikan karakter adalah keniscayaan dalam pendidikan karakter utuh dan menyeluruh.  Pendidikan karakter utuh dan menyeluruh memang mempersyaratkan setiap orang dalam lembaga pendidikan sehingga bernilai di dunia kerja. Karakter yang baik mempengaruhi dunia kerja dan mutu dari pekerjaan yang ada, sehingga kualitas pekerjaan seseorang dipengaruhi dari pribadi yang bersangkutan.  Paul Suparno, Sj menjelaskan tentang perlunya sumber daya manusia dalam pendidikan karakter yang baik, yaitu:
Untuk membangun bangsa dan Negara Indonesia ini agar semakin maju dan berkembang serta mampu bersaing dengan Negara lain dibutuhkan tenaga-tenaga muda bangsa ini yang sungguh kompeten dan bermutu.  Dibutuhkan generasi muda yang sungguh berkembang dan menguasai segala bidang serta berpribadi baik, berkarakter kuat sehingga dapat memajukan bangsa.  Sumber Daya Manusia (SDM) yang sungguh bermutu itu hanya mungkin dapat terjadi bila sejak dalam pendidikan, anak-anak muda kita sungguh belajar dengan giat, bekerja dengan giat, dan juga mengembangkan kepribadian mereka secara baik.  Dalam hal ini, mereka juga harus mengembangkan karakter mereka, bukan hanya pengetahuan mereka.[57]

Dari penjelasan di atas, bahwa generasi muda dituntut untuk memliki Sumber Daya Manusia (SDM), yang baik dalam dunia pekerjaan sehingga mampu bersaing dan berhasil dalam kemajuan dunia yang memerlukan kemampuan dan kualitas dari seorang pekerja yang baik. Pengetahuan diperlukan tetapi keterampilan dalam bidang pengetetahuan sangat diperlukan dalam dunia kerja.  Lewat pendidikan karakter yang terencana dan tersusun diharapkan para generasi muda kita akan tampil lebih baik dan memiliki karakter yang baik pula.




[1]Stephen Tong, Seni Membentuk Karakter Kristen. Surabaya: Momentum, hal. 81.

[2]http://pks.psikologi.unair.ac.id/coretan-kami/membangun-peradaban-bangsa-dengan-pendidikan-berkarakter-moral/.
[3]Daniel Stefanus. Sejarah PAK; Tokoh-Tokoh Besar PAK. Bandung: Bina Media Informasi, 2009, hal. 35.
[4]I Made Suardana dkk. PAK (Pendidikan Agama Kristen) Konteks Indonesia. Bandung: Yayasan Kalam Hidup,  2013, hal. 344. 
[5]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 124. 
[6]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 132-133. 

[7]Ngainun Naim. Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 138-139. 
[8]Stephen Tong. Seni Membentuk Karakter Kristen. Surabaya: Momentum, 2014, hal. 47.
[9]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 142. 

[10]Stephen Tong, Seni Membentuk Karakter Kristen. Surabaya: Momentum, hal. 18-19.
[11]Robby.I Candra. Pendidikan Menuju Manusia Mandiri. Bandung: Generasi Informedia, 2006, hal. 57. 
[12]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 144-145. 

[14]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 151. 

[15]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 161. 
[16]Stephen Tong, Seni Membentuk Karakter Kristen. Surabaya: Momentum, hal 43-44.

[17]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 154-156.  
[18]Robby.I Candra. Pendidikan Menuju Manusia Mandiri. Bandung: Generasi Informedia, 2006, hal 66,68,69.                
[19]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 162-163.  
[20]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 164-165.  
[21]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 167-168.
[22]Robby.I Candra. Pendidikan Menuju Manusia Mandiri. Bandung: Generasi Informedia, 2006, hal 74-75. 
[23]Daniel Stefanus. Sejarah PAK; Tokoh-Tokoh Besar PAK. Bandung: Bina Media Informasi, 2009, hal 36.

[24]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 170-171.  
[25]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 173-175. 
[26]A. Sudiarja, Pendidikan Dalam Tantangan Zaman, Yogyakarta: PT. Kanisius,  2014, hal. 32.
[27]http://www.maribelajarbk.web.id/2014/12/pengertian-rasa-cinta-tanah-air.html
[28]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 178. 
[29]Sagimus Mulus Dumadi, Pembentukan Dan Pendidikan Watak, Jakarta: Kolff, 1959, hal. 50. 
[30]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 179-180.
[31]Stephen Tong, Seni Membentuk Karakter Kristen. Surabaya: Momentum, hal 45.
[32]Tholib Kasan, Dasar-Dasar Pendidikan, Jakarta: Studia Press, 2009, hal. 20. 
[33]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 181,183. 
[34]Robby.I Candra. Pendidikan Menuju Manusia Mandiri. Bandung: Generasi Informedia, 2006, hal 56-57. 

[35]Robby.I Candra. Pendidikan Menuju Manusia Mandiri. Bandung: Generasi Informedia, 2006, hal 58. 
[36]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 191.        
[37]Robby.I Candra. Pendidikan Menuju Manusia Mandiri. Bandung: Generasi Informedia, 2006, hal 57. 
[38]Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, Bandung: Jurnal Info Media, 2009, hal. 180-181. 
[39]Mark Rutland, Karakter Itu Penting, Published by: Charisma House. A Strang Company, 2009, hal. 69. 
[40]Ngainun Naim.  Character Building. Yogyakarta: AR. Ruzz Media, 2012, hal. 191-192. 
[41]Doni Koesoema. A, Strategi Pendidikan Karakter, Revolusi Mental Dalam Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: PT. Kanisius, hal 40-41.

[42]Ibid, hal 39.
[43]Stephen Tong, Seni Membentuk Karakter Kristen. Surabaya: Momentum, hal. 105-109.

[44]A. Sudiarja, Pendidikan Dalam Tantangan Zaman, Yogyakarta: PT. Kanisius,  2014, hal.90-91. 
[45]Doni Koesoema. A, Strategi Pendidikan Karakter, Revolusi Mental Dalam Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: PT. Kanisius, hal 27-30.
[46]Ibid, hal 30-31.
[47]Doni Koesoema. A, Strategi Pendidikan Karakter, Revolusi Mental Dalam Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: PT. Kanisius, hal 41-42.
[48]Paul Suparno, SJ, Pendidikan Karakter Di Sekolah, Yogyakarta: PT. Kanisius, 2015, hal. 65-67. 
[49]Sagimun Mulus Dumadi, Pembentukan Dan Pendidikan Watak, Jakarta: Kolff, 1959, hal. 90-91. 
[50]DanielAlexander, Pemulihan Keluarga Masa Kini. Yogyakarta: Yayasan Andi, 2008, hal. 8.
[51]Doni Koesoema. A, Strategi Pendidikan Karakter, Revolusi Mental Dalam Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: PT. Kanisius, 2015, hal. 41-42.

[52]Robby.I Candra. Pendidikan Menuju Manusia Mandiri. Bandung: Generasi Informedia, 2006, hal. 29-31. 

[53]I Made Suardana dkk. PAK (Pendidikan Agama Kristen) Konteks Indonesia. Bandung: Yayasan Kalam Hidup,  2013, hal. 344. 
[54]Paul Suparno, SJ, Pendidikan Karakter Di Sekolah, Yogyakarta: PT. Kanisius, 2015, hal. 30.
[55]Paul Suparno, SJ, Pendidikan Karakter Di Sekolah, Yogyakarta: PT. Kanisius, 2015, hal. 74-75. 
[56]Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, Bandung: Jurnal Info Media, 2009, hal. 64-65. 
[57]Paul Suparno, SJ, Pendidikan Karakter Di Sekolah, Yogyakarta: PT. Kanisius, 2015, hal. 25-26. 

1 komentar:

  1. GSN casino | jtmhub.com
    With over 40 gaming 전주 출장마사지 and live casino gaming 하남 출장마사지 brands available, JSM Hub offers you the 대전광역 출장마사지 best selection of gaming content for every 파주 출장샵 device. With 동두천 출장마사지 over 40 gaming

    BalasHapus